BAGIAN 6
DIDATANGI HANTU WINDI
Hujan mengguyur bumi dengan derasnya. Suara gemuruh bersahut-sahutan
bagaikan suara dinasaurus yang mengancam lawan. Suara itu silih berganti. Susul
menyusul. Dari barat disahut gemuruh dari timur. Begitu sebaliknya. Angin bertiup
begitu kencangnya. Kutangkap dari suara bunyi bambu-bambu belakang rumah yang
mengeletuk. Biasanya bambu-bambu itu mengeluarkan bunyi-bunyi yang mengelutuk
jika meliuk-liuk ditiup angin. Di tambah lagi kain-kain gorden yang
berterbangan. Suasana dingin mulai menjamah di setiap sudut ruang.
“Windi pasti meninggal secara tidak wajar.
Arwahnya masih gentayangan. Tempat tinggalnya tentu di tempat kejadian pada
saat dia meninggal. Di tempat itu, sudah banyak hantu yang menghuni. Di situ
dipimpin hantu terkuat. Windi takut pada hantu yang lebih kuat itu!” kata Ipung
kepada Faiz saat mereka berdua sedang berbincang di ruang tamu rumahku pulang
dari ngopi tadi.
“Bukankah, kata
orang-orang hantu juga punya kehidupan seperti manusia? Ada yang jadi guru, petani,
pedagang dan lain-lain. Atau mungkin matinya Windi karena dijadikan tumbal
pesugihan. Itu kalau menurutku..!” Ipung menambahkan.
Tadi, aku, Ipung dan
Faiz pergi ngopi ke Juwana. Pulangnya diguyur hujan. Akhirnya mereka berdua
harus begadang di sini menunggu hujan berhenti agar bisa pulang. Pembicaraan
Ipung dan Faiz agaknya mulai mengarah kepada Windi, gadis yang pernah aku
tolong pada malam satu Suro yang kini hampir tiap malam menemuiku dalam mimpi.
Entah siapa yang
memulai. Mereka sampai membahas gadis yang penuh misteri itu. Karena tadi aku
tinggal sebentar ke dapur menyalakan kompor untuk membuat kopi. Walau tadi
sudah ngopi ya.., kubuatkan kopi sekedar untuk
menghangatkan tubuh mereka yang basah kuyup karena diguyur hujan setelah
keluar dari warung kopi Mbak Susi Juwana.
Saat di warung Mbak
Susi tadi, aku cerita kepada kedua sahabatku itu kalau beberapa malam ini,
Windi mendatangi aku dan selalu masuk dalam mimpiku. Seperti malam-malam
sebelumnya dan seperti malam pertama kali waktu datang, maksud Windi
mendatangiku karena dia ingin meminta tolong. Namun, belum sempat mengutarakan
maksudnya, dia sudah cepat melesat pergi.
Dia takut atau sengaja
memepermainkan aku? Kalau dia takut, takut pada siapa? Kalau dia mempermainkan
aku, untuk apa?
“ Menurutku bukan
begitu, Pung! Windi itu takut saat bertemu Arkiyan. Kata Arkiyan, tubuh Windi
bergetar-getar saat menatap dan didekati Arkiyan. Bahkan, dia tidak berani
mengangkat kepalanya. Kejadian itu baik bertemu secara nyata ataupun lewat
mimpi. Kalau menurutku.., Windi itu takut pada Arkiyan, bukan takut pada hantu
yang terkuat!” sangkal Faiz.
“Kalau takut padaku
mengapa dia menemuiku? Kenapa dia tidak menemui kamu atau Ipung atau orang lain untuk meminta tolong?” kataku ikut
menimbrung pembicaraan mereka setelah menaruh kopi di meja.
“Tetapi, bisa juga kan,
Windi itu takut pada ketua hantu itu? Windi, tidak boleh kemana-kemana! Di
tempat itu, dia dijadikan kalah-kalahan karena hantu baru. Hantu baru kan
kekuatannya belum seberapa dibanding hantu yang sudah hidup ratusan tahun
bahkan ribuan tahun! Iya, kan…?! Pada saat hantu ketua itu pergi, dimanfaatkan
Windi untuk menemui Arkiyan!“ Ipung
memperdalam argumennya.
Ipung memiliki watak
yang keras. Biasanya pada saat debat seperti ini dia selalu ngotot. Bicaranya
keras dan tinggi. Watak Ipung persis seperti Lek Ngadiran, bapaknya. Beda
dengan Fais meskipun badannya tinggi, besar dan sangar tetapi orangnya lucu dan
humoris.
“Pung! Kamu ingat nggak, kejadian waktu Haryanti
kesurupan? Waktu itu ditangani Dul. Makhluk halus yang masuk ke tubuh Haryanti
itu mau pergi kalau diberi kembang
setaman. Tetapi, ketika Arkiyan datang, hantu yang nyurupi Haryanti
ketakutan. Akhirnya makhluk itu mau pergi tanpa sarat,” kata Faiz.
Memang waktu itu
temanku Haryanti pernah kesurupan. Dia dimasuki seorang perempuan berambut
panjang dari air terjun Monthel Muria. Kalau tidak salah, kejadian itu dua
tahunan yang lalu. Ketika itu bulan Suro, aku dan teman-teman mengadakan
rombongan Ziarah ke makam Sunan Muria dan berwisata di Air terjun Monthel. Saat
perjalanan pulang Haryanti kesurupan.
“Kalau Windi itu takut
kepadaku mengapa dia selalu menemui aku?” kataku.
“Ya, Mungkin Windi jatuh cinta padamu. Hahahaha…..!”
Faiz mulai bercanda.
“Ah, resek kamu, Iz!
Masak hantu jatuh cinta padaku.”
Aku akui Windi memang
cantik. Kulitnya putih. Tubuhnya jangkung. Rambutnya panjang dan lurus.
Biasanya kalau wanita berambut lurus itu berkepribadian baik, juga setia.
Hidungnya mancung. Bentuk wajah dan alisnya kayak artis India yang membintangi Jab Tak Hae Jain atau apa itu yang main
bareng sama Syah Rukhan.
Sebetulnya Windi itu
gadis aku, banget! Tapi sayang, dia salah pergaulan dan kini jadi hantu.
Kalaupun dia masih hidup, aku juga pikir-pikir untuk kujadikan dia sebagai
istriku. Karena orang berumah tangga tidak hanya cinta saja tetapi harus
memperhatikan bibit, bebet dan bobotnya.
“Kalau kamu kawin
dengan hantu Windi, nanti ada kisah beranak dalam kubur. Hahahaha….!” goda Faiz
lagi.
“Jangan ngacok, ah!
Masak, orang kawin sama hantu!”
“Bisa saja lo! Ya kan,
Pung!”
“Ya, tulll…!
“Ha ha ha hahahaha….!”
Faiz dan Ipung ketawa.
“Udah-udah jangan
membahas Windi! Nanti orangnya ke sini lo! Karena hantu itu kalau dirasani akan datang,” kata Ipung untuk menghentikan pembicaraan
kami tentang Windi.
Betul juga omongan
Ipung. Tiba-tiba ada angin lembut datang. Hawanya adem. Aku, Ipung, Faiz
berpandangan. Seolah-olah kami saling bicara “ Betul juga Windi datang…!”
Dadaku mulai sesak. Kelihatannya hantu Windi betul-betul datang.
“Ho, yo…! Disuruh berhenti membahas Windi, tidak mau e! ” kata Ipung kepadaku dan Faiz.
Kulihat Faiz mendekap
dadanya. Dia mulai mengerang. Kedua telapak tangannya di letakakan di dada.
Kelihatannya dadanya mengalami sakit yang luar biasa.
“Aaaaghghgggg!
Nghngehhhh….! Anghnghenggggg…!
Kalau Faiz mengalami kesakitan seperti ini,
tandanya dia kemasukan makluk halus. Tubuh
Faiz memang sangat peka terhadap makluk halus. Kalau saat dia di jalan
atau di suatu tempat, ada makluk halus di situ atau lewat dadanya mengalami
kesakitan.
“Emmmmgh…Emmghghgh…!”
Faiz sudah mulai
mencracau. Mengeluarkan kata-kata tidak jelas. Kayak orang kesurupan. Napasnya
cepat. Tatapan matanya tidak Faiz lagi. Matanya merah.
“Kamu siapa?” tanyaku.
“Kamu tidak tau aku?”
kata Faiz yang sudah dimasuki makhluk gaib itu.
“Kamu siapa?” tanya
Ipung.
“Ha…hahaha….ha…!Aku
selalu ada diantara kalian!”
“Siapa?” tanyaku.
“Aku yang ikut pemuda
ini!”
“Kamu tidak Windi?”
kata Ipung memastikan.
“Tidak…! Aku yang ada
ditubuh pemuda ini!
“Kenapa kamu masuk
ketubuh temanku ini?” tanyaku penasaran.
“Tadi ada perempuan
yang wajahnya hancur sebelah akan masuk tubuh pemuda ini. Aku dahului.
Hahahahaha…! Perempuan itu aku usir! Ha ha hahahahh….!”
Makhluk yang masuk
tubuh Faiz ternyata bukan Windi. Tetapi, makhluk yang ikut dalam tubuh Faiz ini.
Lalu dimana Windi? Aku merasakan kalau Windi masih di sini. Aku mencoba mencari
tahu keberadaan gadis itu. Aku menangkap bayangan seseorang duduk di teras
rumah. Tidak salah, itu Windi. Meskipun
posisinya membelakangi kami, aku hapal betul energinya.
Bau amis menjalar cepat
ke seluruh ruangan. Bulu kudukku mulai berdiri. Kulit tubuhku terasa sangat
tebal.
“Lalu, windi di mana?”
Tanya Ipung kepada makhluk yang masuk dalam tubuh Faiz itu.
“Di luar..!Dia tidak
berani masuk! Ha ha hahhh!”
“Kalau begitu kamu
keluar dari tubuh Faiz biar perempuan itu aku masukkan ke tubuh Faiz ini!”
kataku.
“Baiklah aku pergi
dulu! Assalamu alaikum! Hengngng…! Heng..ngngng…! Henngngngng..!”
Faiz mengerang.
Lalu tubuhnya jatuh di lantai. Setelah
sadar, Faiz aku suruh persiapan karena Windi akan aku masukkan ke badannya.
Faiz dan Ipung setuju ideku.
“Kamu siap ya, Iz!”
“Ya, aku telah siap!”
Faiz memejamkan
matanya. Dia mulai mengatur napas. Faiz sudah biasa kami gunakan untuk media
apabila ada orang yang meminta tolong untuk mengusir genderuwo, kuntilanak,
atau hantu lainnya.
“Kamu Pung, yang
menarik Windi!” Kataku kepada Ipung.
“Okey!”
Ipung mulutnya
komat-kamit membaca mantra. Tangan kanannya diangkat ke atas lalu diarahkan ke
teras karena di situ Windi berada. Meskipun tidak kasad mata, Ipung mampu
membaca suasana. Telapak tangannya
digenggam setelah itu ditarik diarahkan ke tubuh Faiz dan genggaman itu
dilepaskan tepat di muka Faiz. Faiz mulai mengerang. Tandanya arwah Windi sudah
masuk dalam tubuh Faiz.
Hengggng…
“Kamu siapa?” kata
Ipung kepada Faiz yang sudah dimasuki makhluk halus.
“Aku Windi!” suaranya
lirih.
“Betul kamu Windi?”
Tanya Ipung untuk memastikan.
“Ya, aku Windi. Tolong lepaskan aku…..!”
“Tolong apa?”
“Aku….! Akhkh…..!
Kelihatannya Windi
mengerang kesakitan.
“Tolong, apa? Cepat
katakana!”
“Tolong… Ak…ku …! Aku
tidak kuat…. lama-lama di sini! Karena banyak yang hadir di sini dan energinya
besar-besar!”
Aku melihat ke
sekeliling. Disini yang ada di ruang tamuku hanya aku, Ipung dan Fais. Tetapi
mengapa Windi mengatakan banyak yang hadir di sini? Apa maksud Windi? Memang,
sejak tadi aku merasakan ada angin yang berlalu lalang seperti orang berlarian.
Energinya besar-besar.
“Siapa saja yang hadir
di sini?” tanya Ipung.
“Aku tidak berani
mengatakan!
“Katakanlah! Kamu tidak
apa-apa!”
“Yang jelas banyak
orang dan hewan besar-besar di sini. Aku harus pergi aku tidak kuat di sini!”
“Tahan dulu, aku butuh
penjelasanmu. Mengapa kamu selalu menemuiku. Kamu mau minta tolong padaku,
masalah apa?”
Tubuh Fais bergetar.
Agaknya Windi betul-betul tidak kuat. Ada apa sebenarnya?
“Windi, kenapa tubuh
kamu bergetar keras?”
Windi diam. Tubuhnya
semakin bergetar hebat. Dia semakin takut.
“Sebutkanlah, kalau ada apa-apa aku yang
menanggung!” kataku.
Windi menggelengkan
kepala. Kelihatnnya dia semakin ketakutan.
“Maafkan aku, Kanjeng! Maafkan
aku Kanjeng!” katanya dengan menyembah-nyembah aku.
“ Ada apa kamu menyebut
dia kanjeng?” tanya Ipung kepada Windi.
“Aaaaaaaaahkhkhkh…..!”
Faiz berteriak keras.
Tubuhnya terpental membentur tembok. Lalu rubuh ke lantai. Beberapa detik Faiz
sadar. Rupanya Windi telah pergi. Dia tidak menjawab mengapa dia menyebutku
dengan sebutan kanjeng. Ada apa sebenarnya? Mengapa dia sangat ketakutan?
Peristiwa ini hampir
seperti peristiwa tempo hari. Bedanya hanya nyata dan mimpi. Suatu malam Windi mendatangi aku lewat mimpi. Datang
dalam Windi terlihat sangat cantik. Dia
memakai baju putih dan wajahnya dibalut kerudung putihpula. Luar biasa
cantiknya. Dia menghampiriku yang sedang duduk di taman. Dia berani agak lama
berdiri di depanku. Tetapi, dia tidak mampu mengutarakan maksud tujuan meminta
tolong padaku. Dia hanya mengatakan “Tolong aku! Tolong…aku! Tolong…aku!
Tolong…aku…!”
Waktu itu, tubuh Windi
juga bergetar hebat, menggigil ketakutan. Windi juga tidak berani menatapku.
Malahan tangannya ditekuk dan kedua telapak tangannya di satukan di dada.
Kepalanya ditundukan seperti orang jaman
dahulu waktu memberi penghormatan kepada rajanya. Dia menyapa aku dengan
sebutan “Kanjeng” tubuhnya bergetar-getar lalu melesat pergi. Apa maksudnya dia
menyebut aku “Kanjeng”? Emangnya aku ini
Dimas Kanjeng, apa?
mantap pak (y)
BalasHapus5kasih ya... seng mantep apane...!
Hapus