BAGIAN 7
MEMEDIA HANTU WINDI

Malam ini tampak benderang. Bulan bersinar sangat terang. Bintang berkerlip-kerlip bergelantungan di langit menambah indahnya malam. Angin berhembus perlahan menerpa kami  berenam yang melepas lelah di emperan rumah. Aku, Ipung, Habib, Fi’I dan Komar tadi habis latihan pernapasan tenaga dalam Nur Ilahi di depan SD. Sementara Faiz baru datang. Dia tidak ikut latihan karena habis bersholawat dengan Habib Syekh di Juwana. Dia ini termasuk Syekher mania.
“Bau, apa ini?” teriak Habib tiba-tiba.
“Ya, bau apa ini?” kata Fii menimpali.
“Ya, amis banget!” kata komar.
Aku, Fais dan Ipung tidak komentar. Kami sudah hapal dengan bau ini. Ini bau Windi. Dia datang ke sini. Aku merasakan energinya ada di sini sejak tadi. Cuman, tadi dia masih menjauh sehingga baunya tidak tercium Habib, Fii dan Komar. Mereka bertiga belum aku beritahu tentang Windi. Makanya mereka bertanya bau amis ini. Aku juga merasakan energi lain. Energinya besar sekali kelihatanya ini bukan energi Windi.
“Hemmnggg…! Hemmnggg….!”      
“Arkian, Ipung kemasukan lagi!” kata komar kepadaku.
Kulihat, Ipung duduk bersila dengan posisi badan tegap. Kedua telapak tangannya mengepal di atas pahanya. Mungkin, energi yang aku rasakan sangat besar tadi, yang memasuki tubuh Ipung ini.
“Mbah,Jjenengan keluar saja dari tubuh temanku ini. Biar, temanku ini bisa jagong,”kata Fi’i kepada makhluk halus yang memasuki Ipung.
Yang masuk tubuh Ipung ternyata Pikulun Nogo Rojo. Tadi makhluk itu sudah masuk berkali-kali ke tubuh Ipung pada saat kami latihan di depan SD. Makanya Fii hapal. Tadi Fii sempat nanya macem-macem tentang begawan yang punya ilmu berbicara dengan berbagai makhluk ini.
“He he he he….! Aku seneng bocah iki. Anaknya baik dan kuat. Aku ingin ikut anak ini. Kalau kalian jagongan dilanjutkan saja. Aku juga kepengen jagong sama kalian! He he he hehee..! Kalian ini pemuda yang baik-baik. Kalian juga kuat-kuat. Aku suka sama kalian!”
“Tapi, temanku ini sudah lelah, Mbah!”
“Kenapa pemuda ini, lelah?”
“Tadi, kami latihan , Mbah! La, temen saya ini, Mbah masuki berkali-kali. Jadi tenaganya habis.”
“Ah, anak ini kuat, kok. Masak aku masuki tenaganya habis. He he he hehehe…. Cah iki namanya siapa?”
“Namanya Ipung, Mbah!”
“Siapa?”                   
“Ipung, Mbah!”
“O…, Ipung. Aku ikut anak ini. hehehhe…!Aku seneng karo cah iki.!”  
“Bagaimana ini, Yan?”
“Sudah biarkan saja dulu. Nanti juga keluar.”
Tadi Ipung mengambil sukmanya Pikulun Nogo Rojo untuk melawan Habib yang mengambil macan putih dari Gunung merapi. Setelah itu Ipung mengambil macan putih dari Gunung Muria namun yang datang Pikulun Nogo Rojo lagi. Setelah keluar masuk lagi. Keluar masuk lagi. Begitu berkali-kali.
 “Yuk, kita masuk saja! Mengganggu tetangga nanti!”
Teman-teman aku suruh masuk rumah agar keributan kami tidak mengganggu istirahat para tetangga malam ini. Lagipula aku merasakan energi yang besar-besar berdatangan. Aku merasakan energi Windi mengikutiku. Untuk itu momen ini ingin aku manfaatkan untuk memedia Windi lagi. Karena sudah aku coba berkali-kali memedia Windi namun, informasi tentang siapa sebenarnya gadis misterius itu belum aku dapatkan.
Setiap aku melakukan mediasi, tidak pernah berhasil. Windi tidak mampu bertahan lama. Seperti beberapa malam yang lalu,  Aku mencoba masukkan arwah Windi ke tubuh Faiz lagi namun dia sangat ketakutan.
“Kenapa kamu takut padaku?” tanyaku waktu itu kepada arwah Windi ketika sudah masuk dalam tubuh Faiz.
“Aku takut kepadamu karena orang yang mengikutimu.”
“Apa maksudmu?”
“Kamu diikuti orang yang kekuatannya besar.”
Apa maksud Windi mengatakan kalau aku diikuti orang yang kekuatannya besar? Padahal aku tidak merasakan apa-apa.
“Siapa orang itu?” tanyaku.
“Aku tidak berani mengatakan!”
“Kamu takut kepadaku?”
Leherku tiba-tiba kencang. Aku merasa ada energi yang besar merayap masuk tubuhku. Aku tidak sadar mengucapkan kalimat itu. Mulutku kayak ada yang menggerakkan.
“Aku takut pada Kanjeng karena kekuatan Kanjeng sangat besar hingga aku sulit bernapas. Badanku juga gemetar semua!”
 “Kau tau siapa aku?”
“Tahu Kanjeng! Tetapi aku tidak kuat menyebut nama Kanjeng. Yang jelas Kanjeng berpakaian seperti raja. Kaki dan tangan Kanjeng ada gelang. Ada mahkota di kepala. Dipinggang Kanjeng ada keris yang energinya luar biasa. Saya batin saja dadaku nampek. Dadaku kayak dihimpit batu besar. Apalagi jika keris itu di hunus aku bisa hancur jadi debu. Kanjeng orang sakti mandra guna. Ini saja saya hampir tidak kuat. Akhkhggg….!
Windi menahan sakit. Tubuh faiz bergetar-getar.
 “Kamu tahu Sesepuh Pati, orang yang pertama membabat Alas Kemiri?”
“Tahu Kanjeng!”
“ Itulah aku!”
Aku tidak tahu mengapa aku mengucap kalimat seperti itu. Bibirku kayak ada yang menggerakkan. Sesepuh Pati dan orang yang pertama membabat Alas Kemiri tidak lain adalah Prabu Kembang Joyo. Beliaulah yang pertama kali mendirikan Kerajaan Pati Pesantenan untuk menyatukan tiga kerajaan, yakni: Kerajaan Parang Garuda yang terletak di Pati Selatan, Carang Soko dan Mojo Semi, wilayah Pati Utara.
“Coba, sebut namaku!”
“Tidak berani Kanjeng! Hamba tidak kuat. Akhhh…..!
“Makanya kamu jangan mengganggu pemuda ini.
“Maafkan aku Kanjeng…! Akh…dadaku sakit Kaanjeng, maafkan hamba! Saya  sudah tidak kuat Kanjeng…! Akhhkhkh….!
Windi melesat pergi dari tubuh Faiz. Tubuh Faiz menulusur jatuh ke lantai.
Aku bingung sendiri. Padahal yang berbicara adalah aku. Tetapi Windi menyebutku kanjeng. Apa Sang Prabu Kembang Joyo masih dalam tubuhku sehingga ia menganggap kalau aku ini betul-betul Kanjeng Prabu ?
Malam ini, akan aku coba menarik arwah Windi itu lagi mumpung teman-teman pada ngumpul. Kali ini aku akan mencoba memasukkan arwah Windi ke tubuh Fi’i karena setiap aku masukkan ke tubuh Faiz ,Windi tidak kuat.
“Fi’i, kamu siap ya!”
“Ya, siap!
“Bib, kamu ya, yang narik Windi!”
“Okey, Yan!”
Yang aku suruh narik Windi, Habib. Sementara Komar aku suruh menemani Ipung yang tergeletak lemas.
“Kamu sudah siap, Ii?!” tanya Habib kepada Fi’i.
“Aku sudah siap dari tadi!”
Habib membaca mantra. Setelah selesai, tangan kanannya diangkat ke atas mencari Windi berada. Lalu tangannya digenggam diarahkan ke muka Fi’i. Fii langsung mengerang.
“Hemmnggg…hemmmnggng….!” 
“Kamu siapa?” Tanya Faiz.
“Ha ha ha haaa…! Aku sering ke rumah ini!”
“Kamu Windi?”
“Tidak!”
“Tadi yang aku tarik Windi kenapa yang masuk kamu?” kata Habib.
“Aku ke tarik ke sini!”
“Kamu keluar dari tubuh temanku ini, ya! tetapi kamu sebutkan dulu namamu.
“Ha ha ha…! Namaku Abimanyu.”
“Kamu dari mana?”
“Saya dari punden sini.”
“O, Jenengan Mbah Abimanyu? Maaf, ya Mbah kalau kami menggangu Jenengan!”
‘Tidak apa-apa, Le..!”
“Apa kabar Mbah?” tanyaku
“Kabarku apik Le…!”
“Mbah, kok bisa masuk ke sini?”
“Tadi aku lagi jalan-jalan mengikuti Mbah Buyut. Kulihat rumah ini kok ramai. Banyak penggede-penggede hadir di sini. Lalu aku ke sini. Malah aku ketarik masuk ke tubuh anak ini.
“Sekali lagi minta maaf Mbah!”
 “Tidak apa-apa, aku malah senang bisa jagong sama kalian!”
“Kalau begitu jenengan pergi dulu ya, Mbah. Biar aku tarik arwah Windi.” Kataku.
“Windi? Windi siapa?”
“Perempuan yang wajahnya hancur sebelah Mbah, tadi dia di sini.”
“Mana? di sini tidak ada perempuan yang wajahnya hancur sebelah. Mungkin dia sudah pergi. Paling-paling dia takut di sini. dia tidak kuat ada di sini. Di sini yang hadir banyak sekali.”
“Maksudnya apa Mbah?”
“Di sini banyak orang-orang besar hadir. Kalau dia tidak sakti dia tidak kuat di sini.”
“Memangnya di sini ada apa saja dan siapa?”
“Banyak sekali. Ada Pikulon Nogo Rojo. Ada Sang  Prabu Kembang Joyo. Hadir juga Prabu Angling Darma. Ada Kebo Landoh. Ada banyak macan putih. Ada ular besar. Ada naga. Dan banyak lagi yang lainnya.”
“Terima kasih, Mbah! Jenengan sudah mau hadir ke sini. nggeh mpun Mbah monggo kalau jenengan mau melanjutkan perjalanan.”
“Baiklah kalau begitu, Assalamualaikum!”
Sebelum pergi Mbah Abimanyu menyalami kami satu persatu.
Setelah Mbah Abimanyu pergi, Fii sadar. Dia minta minum. Napasnya ngos-ngosan seperti habis berlari.
“Katanya yang kamu tarik Windi, kok malah ular besar, Bib!” kata Fii.
“Tadi, yang aku tarik ya Windi tetapi yang masuk  Mbah Abimanyu!”
Mbah Abimanyu adalah ular besar. Warnanya hitam. Badannya panjang dan besar. Saking besarnya orang yang melihat tidak tahu mana yang kepalanya dan ekornya. Banyak orang yang melihatnya secara nyata. Karena Mbah Abimanyu ini kadang menampakkan diri memberi nasehat.
“Ayo, Ii.. siap lagi! Ini tidak keliru lagi, aku narik Windi!”
“Baik, aku siap!”
Fii memejamkan mata. Kemudian Habib membaca mantra. Lalu mengulang gerakan yang dilakukan pada saat menarik Windi yang keliru Mbah Abimanyu tadi.
“Hengggg …! Hengngng..!”
Fii sudah mencracau tandanya sudah dimasuki makhluk dunia lain itu.
“Kamu siapa?” tanya Habib.
Makhluk yang masuk tubuh Fii tidak menjawab.
“Kamu Windi?” tanyaku.
Makhluk itu mengangguk. Kelihatannya dia tidak kuat. Windi sangat ketakutan. Mungkin benar kata Mbah Abimanyu kalau di sini banyak makhluk yang hadir. Tidak beberapa lama Fii tergeletak lemas. Makhluk itu masih di dalam tubuh Fii.
“Dah, kamu pergi saja!” kata Faiz.
Fii menggelengkan kepala.
“Kenapa kamu tidak mau pergi?” Tanya Faiz.
“Kalau kamu tidak mau pergi, aku hajar kamu!” kata Habib.
Fii menggelengkan kepala.
“O…kamu tidak kuat pergi?” tanyaku.
Fii mengangguk.
“Cabut saja, Bib!” kataku kepada Habib.
Habib aku suruh menarik arwah Windi yang ada di tubuh Fii karena Windi tidak kuat keluar dari tubuh Fii. Kemudian Habib membaca mantra. Tangan kanannya diarahkan ke Fii. Lalu menggenggam. Genggaman tangannya dilepaskan dengan mengucap “Allahu Akbar!” Fii jatuh di lantai. Tergeletak lemas. 

#8
#saryanisutopo.blogspot.com
#pakgurutop.blogspot.com
# Pak Guru Top
# Pak Guru Tops

Posting Komentar

 
Top