PELAKOR
Cerpen: Pak Guru Top
Krekk…!
Suara pintu kamarku terbuka.
Terlihat langkah kecil dengan gontai masuk kamar. Wajahnya pucat. Tubuhnya
lesu. Rasa ibaku menyayat-nyayat hati. Seketika gairah hidupku mati. Salah satu
matahariku siang ini sinarnya mati.
“What happen? Kenapa kakak
wajahnya gitu?” tanyaku.
“Aku tadi kan ke rumah papa,” kata Sella sambil menahan air matanya
biar tidak jatuh.
“La iya, Terus kenapa?” tanyaku penasaran.
“Papa memilih Sulastri Ma!” sambil menahan air matanya.
“Kan,
udah dari dulu Kak!”
. Memang Sudah tiga tahun Mas Arman meninggalkan kami demi Sulastri.
Tiga tahun yang lalu dia kabur bersama perempuan yang sudah aku anggap
sebagai teman. Bahkan saudara. Karena
aku di sini tidak punya sanak saudara. Waktu itu aku lagi mendapat cobaan, Mas
Arman dipenjara. Sementara aku butuh curhat untuk meringankan beban pikiran.
Tapi ternyata malah mengkhianati aku. Menusuk dari belakang. Dia ada main
dengan Mas Arman.
Sejak
keluar dari penjara, Mas Arman sifatnya semakin berubah 180 derajat. Tanpa dosa
terang terangan memperlihatkan hubungan dengan Sulastri. Teleponan, SMS-an di
depanku tanpa mempedulikan perasaanku. Kehidupanku seperti di neraka, dan
sampai puncaknya pertengkaran yang akhirnya membuat Mas Arman pergi dari rumah
meninggalkan aku dan anak-anak.
“Papa akan
memutus Mama!” dia diam sebentar,”Ya udah, Ma. Aku ngantuk mau tidur.”
Mungkin dia mau
nangis namun disembunyikan lalu dia pakai tidur. Dia melangkah pelan. Ada beban
berat di badannya.
“Kak, sini dulu
mama mau ngomong!” Aku memanggilnya pelan.
“Ya,
Ma!”
"Dengerin mama ya Kak!” sambil kuusap rambutnya, “Mama sama Papa udah gak bisa kayak dulu lagi. Udah gak
bisa bersama lagi. Suatu saat Kakak akan tau alesannya, kakak sekarang belum
mengerti. Tapi dimanapun Papa berada dia tetap Papanya Kakak sama Adek Nilla.
Kalo kakak kangen kan bisa nemuin Papa. Kakak jangan benci Papa ya, sampai
kapanpun dia tetap Papanya Sella sama Nilla!”
“Aku udah ngerti kok Mah, papa udah ndak sayang sama mamah kan?
Trus mama mau nikah lagi? Aku takut punya bapak tiri.”
"Gak semua papa tiri itu jahat Kak, Akong gak jahat kan
sama Pakde? Akong baik sama pakde, sayang sama Pakde seperti anaknya sendiri.
Kakak gak usah mikirin itu dulu, yang penting kakak berdoa biar mama masih kuat
nyari uang buat Sella sama Nilla. Jadi anak yang patuh, ya! Mama gak nuntut
kamu harus pintar. Yang penting kamu jadi anak yang patuh. Mama dulu pintar,
selalu ranking tapi mama bandel. Mama kadang gak nurut sama orang tua, sama
eyang kamu. Mama gak mau itu terjadi sama kamu dan adik!”
Tak terasa air mata mengalir dari bola mataku. Sella pun
menangis sesenggukan. Aku peluk ia.
“Sabar ya Kak, Mama tau kakak kuat, kok! Kalo kakak sudah besar
nanti pasti kakak akan mengerti semua keadaan ini. Kamu tidur ya, Sayang!”
“Ya, Ma!”
Kucium keningnya. Lalu dia merebahkan punggungnya di sisi Nilla,
putri bungsuku. Dia berusaha mengatupkan matanya. Bulu matanya bergerak-gerak
menahan agar matanya tidak terbuka. Kubelai rambutnya. Kupandangi wajahnya.
Sedihku mulai merayap ke relung hati. Menyayat-nyayat. Sakit sekali. Aku tak
habis pikir mengapa pelakor itu harus memberi tahu Sella masalah orang tuanya.
Padahal putriku ke rumah pelakor itu untuk minta sepeda listrik papanya.
Kupandangi lagi wajah putriku. Pikiranku berputar kembali pada
kejadian tadi pagi. Saat aku selesai sholat Dhuha.
“Mama sudah selesai sholat?” tanya Sella.
Kata-kata secara tiba-tiba
membuat aku terkejutkan.
“Sudah, Kak!
Sella menatapku dalam-dalam.
“Ada apa Kak?”
“Tidak ada apa-apa, Ma!” katanya dengan menunduk.
Aku tahu bahwa ada sesuatu yang dia ingin sampaikan.
“Mama tahu kakak menyembunyikan sesuatu. Bicaralah kak!
Insyaallah, mama akan mengabulkan
permintaan kakak kalau mama mampu!” kataku sambil kutatap matanya.
Sella malah merangkulku. Kuelus rambutnya. Dia mulai mewek.
“Kakak, mau apa?”
“Ma, boleh gak…!” Sella menghentikan kata-katanya.
“Katakanlah, Kak! Kakak mau minta apa?” kataku sambil menciumi pipinya.
“Boleh nggak Ma, kakak pergi ke rumah papa?” katanya sambil
menunduk dan mempermainkan ujung mukena yang masih aku pakai.
“Pergi ke rumah papa? Mau apa?”
Sella diam.
“Lo, ditanya mama kok diam.”
“Kakak mau minta dibelikan sepeda listrik!”
“Jangan, Kak! Sepeda listrik kan mahal. Kasihan papa!”
Putri sulungku diam dan semakin menundukkan kepala. Aku memahami
kekecewaan yang ada dalam benaknya.
“Ya, udah… ! Boleh…! Kakak boleh ke rumah papa!”
“Apa, Ma? Kakak dibolehin ke
rumah papa?”
“Heem…!” aku mengangguk.
Sella masih diam.
“Makasih ya, Ma!” katanya sambil memelukku.
“Sama-sama Sayang! Kalau papa tidak ada uang, jangan nangis, ya!
Mama janji kalau punya uang pasti mama beliin sepeda listrik.”
Sella mengangguk.
“Aku berangkat dulu ya, Ma! Nanti aku mau minta papa sepeda listrik
kayak punyanya Antok!”
“Kakak ke sana sama siapa?”
“ Sendiri Ma! Sella naik sepeda!
“Hati-hati ya, Nak!”
“Ya, Ma! Assalamualaikum!”
Setelah mencium
tanganku, Sella berlari ke dapur. Dengan tergesa-gesa dia mengeluarkan sepeda
berwarna ungu. Sepeda itu dikayuhnya dengan semangat. Wajahnya tampak riang
penuh pengharapan. Kuantarkan kepergiannya dari depan pintu.
“Hati-hati, ya Kak!
“Ya, Ma..!” katanya sambil mengayuh sepeda dengan penuh semangat.
Tadi pagi
semangatnya berapi-api. Kulihat pada wajahnya berseri-seri. Ada pengharapan
besar digantungkan kepada papanya. Tetapi pulang-pulang dengan langkah gontai.
Ada beban yang berat dipundaknya. Mukanya layu. Aku tidak tega mau menanyai
hasil bertemu dengan papanya. Aku takut menambah beban jika hasilnya nihil.
Pantesan
saja pelakor itu tadi pagi dia ngunggah status di facebook.
“Min….! suamiku bilang gini ketika anak suamiku yang besar datang
ke rumah….”
Suamiku: “Dek, pada saat aku memeluk Sella dengan Nilla kok beda
ya!”
Terus aku jawab gini Min: “Bedanya gimana Mas?”
Suamiku jawab: “Kalau aku memeluk Sella itu tidak ada rasa sama
sekali. Beda sekali aku memeluk Nilla. Rasanya dia betul-betul anakku. Kalau
Sella itu rasanya ngambang. Opo peh coro sego seng mangan ora aku disik yo Dik!
Seng mongan-mangan wong liyo aku seng kon nutupi! Jane aku ra dwe karep karo
wong iku malah manak meneh! Mergo aku wes trauma! Nak anake wong akeh maneh!”
#Maaf tante, itu yang bilang suamiku, mantan bojomu!
#Aku disek
durung kenal kuwe!
#yo durung kenal awakmu!
Pagi-pagi Pelakor itu sudah menaikkan emosiku. Dia menghujamku dalam
statusnya di facebook. Seharusnya waktu pagi itu suasana yang adem dan
semangat. Karena pagi itu untuk memulai aktivitas. Bukan menyulut kompor.
Menyulut kompor silahkan kalau untuk memasakkan suami yang direbutnya. Sudah
merebut suami orang ,mulutnya tidak pernah diam. Seharusnya dia itu ngaca diri.
Siapa dia dan siapa aku. Aku sudah rela suamiku direbut. Aku juga tidak
melabrak dia walau hati ini hancur berkeping.
Aku elus-elus
dadaku. Sabar An, Sabar! Aku mencoba meyakinkan diriku kalau aku kuat. Pelakor
mengunggah status seperti itu karena sengaja ingin menampar pipiku dan meludahi
mukaku. Dasar pelakor! Sudah merebut lelaki orang masih saja ngurusin kehidupanku.
Tidak merasa bersalah. Apa mungkin aku selama ini terlalu baik, ya! Sehingga
dia terus-terusan menyerangku. Selama ini memang aku diam. Aku tidak mau
mengusik kehidupannya walau dia nyata-nyata merebut Mas Arman dariku.
Kurang
apa lagi, aku sudah mengalah. Aku sudah ikhlaskan Mas Arman. Aku juga tidak
mempengaruhi anak-anakku untuk membenci dia dan papanya. Bahkan aku selalu
berpesan pada Sella dan Nilla bahwa Mas Arman adalah papanya. Aku juga tidak
menghalangi jika Mas Arman ingin bertemu Sella dan Nilla. Aku dengan terbuka
memperbolehkan kedua putriku, Sella dan Nilla ke rumah papanya kapan saja
mereka berdua mau.
Kata-kata yang
diunggahnya di facebook tadi pagi betul-betul membuat dadaku sesak. Mau
meledak. Mau kucakar mukanya. Mau kujambak rambutnya. Emangnya aku ini
perempuan apaan? Itikadku sudah baik. Aku sudah bertekad tidak mau berurusan
dengan pelakor itu. Tapi kata-kata pagi ini sudah tidak bisa ditolerir lagi.
Kata-kata yang ditulisnya sama dengan menyebut aku ini seorang pelacur. Wanita
murahan. Dia telah menciderai nama
baikku dan orang tuaku.
“Mbak Pelakor...!Buat mbaknya yang udah ngerebut
suamiku, pertama-tama aq ucapin selamat ya mbak karena misimu dah berhasil!”
“Semoga
mbaknya langgeng sama suamiku ya, kita jalani hidup masing2.dan jangan lagi
mencoba mengusik hidupku.karena aq gak akan memulai kalo gak diusik duluan.”
“Mbak tenang aja, sekarang gak usah koar2 lagi dan ngomong kalo
q masih cinta sama penghkianat itu. sejak dia pergi,dari itu pula rasa ini pun
pergi.”
“Buat Mbak pelakor, makasih banyak ya udah mengambil pengkhianat
dariku. Mbak menyadarkanku kalau dia bukan laki-laki yang terbaik untukku.”
#orang yang tersakiti.
#untuk Pelakor (Perebut Lelaki Orang)
Kutulis
status di beranda facebookku untuk membalas status Sulastri, pelakor itu. Aku
sudah tidak kuat. Astagfirulllah…! Aku tarik dalam-dalam nafasku beberapa saat.
Setelah itu kesadaran dan kemarahanku berangsut turun. Apa yang aku lakukan?
Aku menyesal telah menulis status di facebook. Aku jangan terpancing permainan
pelakor itu. Aku beda dengan dia. Aku wanita baik-baik. Aku seorang istri yang
setia. Aku seorang ibu yang baik. Aku masih punya hati. Kalau dia, perebut
laki-laki orang. Ora duwe rai !
Kubuka
statusku. Lalu aku baca. Alhamdulillah statusku tidak menujukkan rasa emosinal
hatiku. Berarti aku tidak termakan bara api yang dilemparkan pelakor itu.
Percuma meladeni dia. Masih ada pekerjaan baik dan mulia yang harus aku
selesaikan. Lebih baik aku ngerjain pekerjaan yang lain yang lebih bermanfaat.
Statusku
di Facebook menjadi viral. Banyak yang berkomentar.
“Kuatkan
hatimu, ya ! Yang sabar ea mbak
e..semua ini cobaan,iklaskan semuanya. Allah tau mana yang terbaik buatmu,. Aq
tau semua trasa amat sakit,. Begitulah cara Allah memberi cobaan kepada
hambanya. Kalo kita bisa tabah dan iklas allah pasti akan memberi
ganti/kebahagian yang tidak pernah kita kira. Smoga anak-anak mbak,mendapat ayah yang sangat menyanyanginya
seperti anak sndiri” tulis Mbak Novie dalam komentarnya.
“Amin….!Insyaallah..hatiku
sudah kuat Mbak!” balasku.
“Syukurlah kalau kamu ikhlas. Orang yang baik
akan mendapat pasangan yang baik. Berarti Arman itu bukan lelaki yang baik buat
kamu. Itu Takdir buat diri kita
jangan pernah putus asa.. Insyalloh Alloh berikan kekuatann.. Alloh maha tau
yang terbaik.. Yang baik akan mendapatkn jodoh yg baik yg jahat akn mendaptkn
yg jahat.. Smua kembali lg.. Jngkn suami atw istri kpn pun bisa pergi ank pun
bisa pergi klo Alloh yg Maha memiliki mengambilnya.. Smua ada hikmah nya nii
mungkin yg Alloh berikan yg terbaik..semangattt tetp yakin Alloh itu ad!”
tulis” komentar Mbak Nunik.
“Sabar ya mba ikhlaisn aja suamiknya gitu ga baik di jadikan
imam.. Buat para pelakor dan calon plakor.. Hukum karma itu ada jadi tinggal
nunggu waktu mau di dunia tau di akhirat kalian mempertanggung jawabknya!”komentar Devi.
“Awal
dulu kenal pelakor bener-benar tidak tau
kalau dia ternyata ada main sama suamiku. Aku masih ingat, dulu dia mencoba
mendekati aku sebagai teman dan aku menanggapi dengan baik. Tiap aku ada
kesulitan dia selalu berusaha membantu. Waktu itu, dia aku anggap saudara
sendiri. Karena di lingkungan sini, aku sendiri tidak ada saudara. Apalagi pas
waktu itu aku lagi kena cobaan, suamiku masuk penjara. Berselang waktu aku
mendengar slentingan yang bikin kupingku ini panas dan gatal, yakni,
orang-orang bilang mbaknya ada main sama suamiku!”balasku.
“Sama sprt yg q alami ... awal mulanya dia ngajak temenan dan
ngajak saudaraan sama q .. eh gk tahunya suamiku di kekepi tiap mlm ... dan
apabila gosip menerpa klu dia ada hbgn sama suamiku .. dia ngadu sama aku
sambil nangis" .. bodohnya Q sllu mempercayai dia ... dan Tuhan mgkn syg
sama Q hga akhirnya kebongkar juga kedok dia ... skrg q lepaskan suamiku hidup
seatap dg pelakor itu .. yaah pelakor yg berpura" baik ngajak berteman dan
bersaudara ..!! Dan sampai saat inipun dia sllu ngancam" q lwt sms .. tp
tak ku hiraukan semua ancaman dia ... krn bkn Q yg slh .. Dimanapun seorang
pesalah tdk akn merasa tenang hidupnya .. akn sllu dihantaui rasa bersalah
selama hidupnya!” komentar Mbak Yuli
Mbak Yuli ini
sama sepertiku. Bedanya Mbak Yuli ditinggal suaminya saat dia jadi TKW di Arab
Saudi. Tragisnya uangnya dihabiskan. Bahkan bahan-bahan bangunan yang akan
untuk membangun rumah dijualnya juga.
“aq bisa ngerasain apa yg mbak alami..aq sama persis
ceritanya..gak beda tapi lebih parahnya mertuaku mendukung di depan mataku.. pokok rasanya
nano" kayak org bodoh..dibegoin ama semua... mbk yg sabar mbk...allah gak
tidur kok...karma itu berlaku mbk cuma belum waktunya aja,”tulis Mbak Yuli lagi.
“Ya, Allah…, maafkan salah dan dosaku. Jauhkan
kami dari perbuatan syaitan yang terkutuk. Bimbinglah kami ke jalanmu dalam
mengarungi samudra hidup yang penuh gelombang ini! Amin…!”
Kemudian
aku pergi ke kamar mandi. Kubasuh mukaku dan mengambil air wudlu. Setelah itu
aku pergi ke kamar. Kulihat wajahku. An…kamu harus kuat! bangkitlah!
Berjuanglah demi masa depan Sella dan Nilla! Jangan kau layani pelakor itu!
Lalu aku jalankan sholat Hajat dua rokaat. Setelah sholat rasanya hati dan
badan adem dan ayem.
Aku
tidak boleh berlarut dalam sedih. Kalau satu dan dua tahunan kemarin aku masih
mengharap Mas Arman untuk kembali memperbaiki bahtera rumah tangga yang hancur
karena gelombang. Setahun, dua tahun aku mencoba
bertahan demi anak. Berharap suamiku ingat anak-anaknya. Dia masih
kuharap sebagai nahkoda dalam berlabuh
lagi di samudra kehidupan dalam satu bahtera. Walau ibarat cermin yang telah
retak tak bisa utuh kembali begitulah hati ini. Hancur berkeping. Berserakan. Jujur,
hati ini sudah beku untuk Mas Arman. Aku melihatnya telah jijik. Hiii! Tetapi
demi kedua putriku aku membunuh sifat egoku.
Kini
sudah memasuki tahun ketiga penantianku. Sampai
tahun ketiga ternyata tidak ada itikad baik sedikitpun dari Mas Arman untuk
kembali ke rumah. Aku sadar kalau penantianku sia-sia. Besok aku akan pergi ke
pengadilan Agama Pati untuk mengurus perceraian. Aku mengajukan gugatan cerai.
Tadi aku tebus buku nikahku. Karena dipakai agunan pinjaman Mas Arman tiga
tahun yang lalu untuk biaya kawin lari dengan pelakor itu.
Posting Komentar