BAGIAN 2
BERTEMU GADIS MABUK TENGAH MALAM
                                                          Oleh: Pak Guru Top

“Tidak mau…! Aku mau pulang…! Antarkan aku pulang!””
Suara itu terdengar lagi. Kami berdua tersentak. Ipung melompat menangkap pundakku. Ia merangkul pundakku. Wajahnya dibenamkan di punggungku.
“Kang, ayo pergi! Suara itu makin mendekat!”
Suaranya semakin dekat dengan posisi kami. Aku juga mendengar suara-suara tidak jelas mengikuti teriakan tadi.  Suara-suara itu semakin mendekat.
“Pung, Pung! Kamu ini udah gede. Udah tahu cewek cantik kok penakut. Kalau yang berteriak ini hantu, kita hadapi bersama-sama!”
“Jangan, Kang. Kita masih perjaka belum pernah menikmati surga dunia.
“Pergi, ya, Kang!”
“Tidak!”
Ipung, malah semakin kencang memegang pundakku.
“Pung, lihat! Lihat!” aku berteriak setengah berbisik.
“Ada apa Kang!”
Aku menunjuk ke jalan dekat jembatan. Tampak lima bayangan berjalan.  Ada suara-suara mengikuti bayangan tadi. Ada  lima orang yang berjalan kaki menembus gelapnya malam. Jalan kelima orang itu sempoyongan. Mungkin mereka lagi mabuk. Diantara kelima orang itu, ada dua orang perempuan. Dua perempuan itu tampak masih muda dan cantik. Sedangkan, tiga laki-laki yang bersama dua perempuan itu badannya besar- besar dan sangar-sangar.
“Aku minta diantar pulang..!”
Teriak  seorang perempuan yang parasnya cantik dan badannya tinggi. Setelah aku perhatikan. kelihatanya gadis cantik itulah yang berteriak tadi. Mengapa dia berteriak-teriak? Ada apa? Siapa sebenarnya mereka?
“Kita hanya sebentar Win, nanti aku antar pulang…!” kata salah seorang laki-laki yang bertubuh tambun.
“Hanya sebentar saja kok, Win! Nanti kita yang ngantar kamu pulang…!” rajuk laki-laki yang lain.
“Tidak mau! Aku kepingin pulang….! Antarkan aku pulang...!”teriak perempuan cantik itu.
“Sebentar saja, nanti kamu aku antar pulang...!”kata lelaki tambun lagi.
“Iya Win…! sebentar saja kok, Margorejo kan dekat!” tambah laki-laki yang lainnya.
“Ya, Win sebentar saja kok, tidak lama!” kata perempuan satunya kepada perempuan cantik itu.
Aku dan ipung memperhatikan tingkah laku mereka. Tak sedetikpun aku lepaskan. Dadaku jadi berdebar-debar.
“Kang, mereka pasti barusan pesta miras. Lihat  saja, mereka berjalan sempoyongan!” bisik Ipung
“Kelihatannya gadis cantik yang berbadan tinggi itu tadi yang berteriak, Kang! Lihat saja sikapnya. Gadis itu selalu menolak jika dipegang temannya laki-laki.”
‘Iya, Pung! Agaknya memang begitu, mereka pada mabuk! Aku juga setuju dengan pendapatmu kalau yang berteriak tadi perempuan yang berambut panjang itu.”
“Terus bagaimana, Kang? Apakah kita pergi saja dari sini langsung ke Mlawat atau tetap di sini?”
“Tidak usah, pergi ah! Kita  di sini saja. Aku penasaran aksi mereka. Kita di sini saja lihat perkembangannya. Karena aku meresa ada ketidakberesan. Asalkan tidak ganggu mereka insyallah tidak terjadi apa-apa. Kita pura-pura tidak mendengar saja. ”
“Iya, Kang! Aku juga penasaran apa sebenarnya yang terjadi pada mereka. Mengapa cewek cantik itu meronta-ronta. Siapa mereka ya, Kang? Ada masalah apa ya?
“Entahlah…, aku tidak tahu siapa mereka!”
“Kalau mereka yang cari gara-gara dengan kita, bagaimana, Kang?”
“Kalau mereka cari gara-gara dengan kita, kita lihat saja nanti!”
“Baiklah Kang, kalau begitu! Hatiku deg-degan, Kang!”
“Aku juga, Pung!”
Ada salah seorang dari tiga lelaki itu yang tidak suka kepada kami. Mungkin dia tidak ingin aksinya kami perhatikan. Pandangan matanya mengarah tajam kepada kami. Aku  pura-pura tidak tau. Ipung juga begitu. Kami berdua pura-pura tidak mendengar pembicaraan mereka. Padahal kuping tetap kami pasang agar mendengarkan pembicaraan. Hatiku   mengatakan bahwa ada ketidakberesan. Pastilah mereka bukan orang baik-baik. Kalau mereka orang baik-baik, pastilah tidak mau mabuk. Lebih-lebih anak perempuan mabuk bareng laki-laki.
Darahku mendesir keras ketika perempuan yang agak tinggi dan berparas cantik berjalan mendekati kami. Dia memperhatikan penampilanku dari bawah sampai atas. Dia memperhatikan sarung dan kopiyahku. Agak lama menatap mataku. Aku tidak membalas tatapan matanya. Bahkan aku pura-pura tidak tahu kalau dia memerhatikanku. Mungkin dia tertarik padaku. Aku tetap diam.
“Mas, bisa to…long a..ku…?” kata perempuan cantik itu.
Kata-kata yang keluar dari bibir tipisnya terpatah-patah mungkin karena menahan keseimbangan badan agar tidak jatuh.
“Tolong apa Mbak?” kataku.
 “An..tarkan aku pulang, Mas…! “
“Kemana?”
“Pati!”
Aku tidak segera menjawab. Aku menatap mata gadis itu lalu pandanganku kulemparkan  pada ketiga laki-laki temannya.  Pandanganku kembali lagi ke wajahnya. 
“Jangan, ta…kut mas.., tidak…  a..pa-apa! Kalau dia macem-macem aku yang tanggung!” katanya mendahului sebelum aku menjawab. Seakan-akan dia menyelami batinku sehingga mencoba meyakinkan aku.
 “Win, ayo lah! Sebentar saja, nanti pulangnya aku antar…!” kata salah satu dari ketiga laki-laki itu ketika menyusul gadis cantik yang mendekati aku.
Kedua lelaki dan perempuan satunya lagi ikutan meyusul menghampiri kami. Dari pandangan mata mereka menunjukkan kebencian kepada aku dan Ipung. seakan-akan kami sebagai pengganggu aksi mereka.
 “Iya Win, ayolah…! Sebentar saja kok! . Ya, paling 2 jaman kan? Nanti kita antar pulang,”kata lelaki yang bertubuh agak gempal.
“Tidak! Aku tidak mau! Udah, kalian pergi…! Aku mau  pulang…!!!”
“Ayolah, Win…! Sebentar saja, kok!” Rajuk lelaki gendut.
 “Aku bilang, tidak mau..!
“Kan, cuma sebentar, Win..!” rayu lelaki yang bertubuh gendut itu lagi.
“Tidak mau, ya tidak mau..!”
Kelihatannya gadis cantik ini betul-betul marah.
“Heh, kamu! Kamu mau ditampar pipimu? Atau, mulutmu tak jojohi watu! Perjanjian kita bagaimana, hah…?!!! Aku mau kalau hanya minum, saja! Kalau yang lain aku tidak mau! Kamu paham kan, perjanjian kita?!”
Ketiga lelaki itu diam. Muka mereka memerah. Namun, ketiganya tidak meluapkan kemarahan. Kelihatnnya kemarahannya mencoba diredam. Mungkin, ingin mendapat simpati dari gadis ini.
“Sudah…, kalian pergi saja! Aku mau diantar Mas-Mas ini…!”
Ketiga lelaki itu memandang wajahku. Tetapi, aku pura-pura tidak tau. Dengan santainya aku kepulkan asap rokok dari mulutku. Sementara, pandanganku tertuju pada jalanan yang sepi. Aku sudah berencana dengan Ipung kalau mereka macam-macam, kami sudah siap melayani ketiga lelaki itu.
“Kalau kamu berani mengantarkan Windi pulang, aku hajar kamu! Kamu jangan ikut campur urusan kami!” ancam lelaki yang bertubuh tinggi besar kepada aku dan Ipung.
Agaknya gadis cantik yang akan minta jasa pertolonganku tau kalau salah satu dari ketiga lelaki temannya mengancam aku. Langsung saja dia marah.
“He, kamu!” Kalau kamu berani ngapa-ngapain Mas ini, kamu berurusan dengan aku. Aku tidak akan pernah maafin kamu!”
Aneh, lelaki bertubuh tinggi besar itu diam saja dibentak cewek cantik ini. Siapa sebenarnya gadis ini?
“Sudah kalian pergi! Aku mau pulang!”
Sebelum mereka pergi, laki-laki bertubuh gempal dan gendut mendekatiku. Aku berusaha tenang. Aku bersikap seperti tidak punya takut walau ada sedikit gemetar tubuh ini.  Maklumlah, aku tidak pernah punya pengalaman berkelahi. Meskipun aku rajin berlatih tenaga dalam Nur Ilahi. Tetapi, Aku dan Ipung selalu bersiap diri jika ada kemungkinan terjadi. Ternyata, mereka hanya memutari kami berdua. Mereka memandangi kami dari bawah sampai atas peci. Aku tidak tahu apa maksud mereka. Apa mereka hanya menakuti saja atau menunggu reaksi kami?
“Heh, kalian pergi saja, aku mau pulang!” bentak gadis cantik kepada ketiga temannya laki-laki.
“Aku antar pulang ya..?” Kata laki-laki gendut.
“Tidak..!!! Aku, tidak mau diantar kamu!”
Mereka saling pandang. Selang beberapa lama mereka pergi. Cewek yang satu juga ikut pergi bersama tiga pria itu. Mereka berjalan kaki ke arah timur. Tubuh mereka  hilang ditelan gelapnya malam.
“Pung..!”
“Ya, kang!”
“Kamu saja, yang nganter gadis ini!”
“Kamu sajalah, Kang!”
“Kamu saja, aku yang nunggu temen-temen di sini!”
“Kalau mereka tidak lewat sini?”
“Kamu kan nanti kembali lagi!”
“Kamu, saja Kang ah, biar aku yang di sini.”
“Udah.., kamu saja yang mengantarkan gadis ini!”
“Sebetulnya aku senang nganter gadis ini pulang. Soalnya gadis ini cantik.  Tapi aku takut, Kang..?”
“Takut apa? Gadis cantik kok ditakuti. Gadis cantik kayak dia baiknya tu dikasihsayangi.”
“Bukan begitu maksudku, Kang..!”
“Lalu, apa?’
“Maksudku…..” Ipung menghentikan pembicaraannya. Matanya melirik gadis cantik itu berpegangan tiang listrik untuk menahan keseimbangan tubuhnya.”Iya, kalau gadis ini gadis beneran, kalau tidak!?”
“Pung! Aku makin tidak ngerti maksud kamu! Kamu bicara to the point saja.”
“Gini lo kang…!Ini kan malam satu Suro. Malam satu Suro mengandung mistis. Banyak makhluk halus yang keluar….!” Mata Ipung sambil melirik kanan dan kiri.
“La, terus…!” aku memotong pembicaraan Ipung
“Kalau gadis ini makhluk jadi-jadian, gimana ?”
“Ah, kamu ini ada-ada saja!”
 “Bisa juga lo, Kang! Pada saat gadis ini aku boncengin, terus jadi kuntilanak. Hi..hi..hi..aku minta darahmu….. Hihihi…aku cekik kamu... Aku kan, bisa matek, Kang! Padahal aku kan belum nikah!”
“Kamu ini ngomong apa, Pung? Jangan ngawur ah..! mosok gadis secantik dia kuntilanak. Ah, jangan ngacok!”
Tiba-tiba tubuhku merinding. Bulu-bulu kulitku berdiri. Aku mencoba mencari sumber energi negatif yang mendekatiku. Aku tatap gadis itu, tetapi aku tidak merasakan apa-apa. Kemudian pandanganku kuarahkan ke jembatan. Ternyata di jembatan, ada perempuan berbaju putih dan berambut panjang berdiri menatap kami.
“Sialan Ipung, bicara yang enggak-enggak, jadinya ada kuntilanak yang mendekat!” Namun, aku tidak memberitahu pada Ipung kalau mataku menangkap kuntilanak di jembatan karena Ipung orangnya penakut.
“Dah gini aja Pung, aku atau kamu yang mengantar gadis ini!”
“Baiklah Kang, aku yang mengantar dia! Aku takut di sini karena tiba-tiba bulu kudukku berdiri.”
“Nah, begitu kan bagus!”
Yo wis. Dongakno ae biar aku selamat.”
Yo, mugo-mugo kuwe selamet, donyo akherat!!!”
“Jangan ditambahi akhirat, Kang! Aku kan belum siap untuk mati.”
“Ya, semoga. Selamet…!
“Nah, gitu kan lebih afdhol!
Kemudian Ipung mendekati gadis mabuk itu.
“Nama Mbak siapa?” tanya Ipung
Gadis itu diam. Dia pura-pura tidak mendengar pertanyaan Ipung.
 “Mbak namanya siapa?”  aku ulangi pertanyaan Ipung tadi.
“Windi..!” jawabnya pelan.
“Windi?”
“Ya!”
“Rumah kamu mana?” Tanya Ipung.
“Pati.”
“Patinya mana?”
“Panjunan.”
“O, Panjunan...! Baik Mbak, biar temanku ini yang mengantar!”
Gadis yang bernama Windi, aku suruh naik ke motor. Dia  naik tertatih-tatih karena tubuhnya masih sempoyongan. Dengan refleks kedua tangannya, aku rangkulkan di pinggang Ipung. Ipung menatap aku dengan melempar senyum. Ingin menunjukkan kepadaku kalau itu ide yang bagus.
“Aku berangkat, Kang!”
“Ya, hati-hati!”
Setelah beberapa meter motor jalan, Ipung berteriak memanggilku.
“Kang, bantu kesini…!!”
Aku berlari menuju Ipung beberapa meter dari tempatku. Ternyata gadis itu tergeletak di jalan. Dia jatuh. Mungkin tidak mampu menahan keseimbangan. Untung Ipung tidak menarik si biru dengan kencang.
“Wah…, piye iki Kang?”

“Ya, dah kita antar bersama-sama.” 

Baca Gadis Malam Satu Suro #3 

Posting Komentar

 
Top